Kanker payudara masih menempati posisi tertinggi sebagai kanker pembunuh wanita di seluruh dunia. Namun sejauh ini pengobatan yang diberikan masih belum optimal dalam meredakan pertumbuhan kankernya.
Dibandingkan dengan negara-negara di Eropa dan AS yang memiliki angka kejadian kanker mencapai 70-100 per 100.000 orang, angka kejadian kanker di Indonesia masih belum jelas karena penelitian berbasis populasi untuk mengetahui hal itu belum pernah diadakan di Indonesia. Namun diperkirakan angka kejadian kanker di Indonesia adalah 17-25 per 100.000 orang.
"Kanker payudara sendiri ada 3 macam, yang pertama dan terbanyak (sekitar 60-70 persen) disebabkan oleh reaksi hormonal, yang kedua merupakan hasil dari ekspresi protein pembelah sel yang bernama HER2 secara berlebihan dan yang ketiga tidak masuk ke dalam keduanya. Namun yang paling parah adalah kanker payudara akibat overekspresi HER2 karena lebih ganas, bisa berkembang lebih cepat, lebih mudah mengalami metastasis dan lebih resisten terhadap obat standar," ujar Dr. Johan Kurnianda, SpPD-KHOM dalam temu media peluncuran studi global keamanan pemberian Trastuzumab di Hotel Novotel Yogyakarta, Kamis (2/8/2012).
Oleh karena itu, Roche Laboratories yang telah berpengalaman dalam pengobatan kanker (onkologi) selama 50 tahun mencanangkan sebuah studi global bertajuk SafeHER yang menitikberatkan pada pengobatan kanker payudara dengan protein HER2 positif.
Riset ini menekankan pada inovasi pengobatan standar kanker payudara yaitu Trastuzumab (Anti HER2). Trastuzumab ini terbukti efektif sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan kemoterapi standar karena dapat meningkatkan respon pengobatan.
"Trastuzumab yang diberikan pada penderita kanker payudara stadium awal bisa menambah kelangsungan hidup penderita hingga 20 persen. Selain itu sebenarnya penderita kanker payudara yang sudah metastatis (menjalar ke organ lain) dan tidak diberi anti HER2 takkan bisa survive kurang dari 1 tahun namun dengan penambahan Trastuzumab, penderita bisa hidup lebih lama atau kira-kira 3 tahun dengan kualitas hidup yang lebih baik," ungkap Dr. Johan yang bertindak sebagai peneliti utama studi SafeHER.
"Namun karena terapi ini biasanya diberikan lewat infus intravena, pasien merasa seringkali kurang nyaman karena penggunaannya lebih sulit, untuk mendapatkannya pasien harus ke rumah sakit dan ada sebagian rumah sakit yang memiliki kebijakan jika ada pasien yang diinfus maka pasien yang bersangkutan diwajibkan untuk 'mondok' atau opname sehingga menghabiskan lebih banyak biaya," kata Dr. Johan
"Belum lagi jika pasien sudah pernah menjalani kemoterapi karena pasien semacam ini pembuluh darahnya telah membeku, akses ke pembuluh venanya kecil sehingga harus ditusuk berkali-kali sebelum akhirnya bisa diinfus," tambah salah satu peneliti SafeHER dari RS Dr. Sardjito, Dr. Kartika Widayati, Sp.PD-KHOM.
Dilatarbelakangi oleh hal itu, Roche mengembangkan inovasi dari Trastuzumab yang berbentuk injeksi subkutan. Injeksi ini diberikan lewat suntikan di bawah kulit paha, sama halnya dengan suntikan insulin dan diharapkan bisa dilakukan secara mandiri oleh pasien sehingga pasien merasa lebih nyaman.
"Studi ini akan menggunakan dua metode, yang pertama berupa suntikan yang bisa diberikan hanya dalam waktu 5 menit, tentu berbeda dengan infus yang harus diberikan selama 30-90 menit. Kemudian ada juga alat injeksi mandiri dan otomatis yang juga hanya perlu diberikan selama 5 menit," terang Dr. Arya Wibitomo selaku Head of Medical Management PT Roche Indonesia.
Di Indonesia, studi SafeHER ini akan dilakukan di lima pusat kanker dan melibatkan 60 pasien serta 15 pakar bidang onkologi. Keenam pusat kanker itu diantaranya RS Dr. Sardjito (Yogyakarta), RS Hasan Sadikin (Bandung), RS Cipto Mangunkusumo dan RS Dharmais (Jakarta) serta RS Dr. Soetomo (Surabaya).
Untuk pertama kalinya, studi dilakukan di RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Di rumah sakit yang bersebelahan dengan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada tersebut, kanker payudara merupakan kasus terbanyak yang ada. Setiap tahunnya RS Dr. Sardjito menerima 200 kasus kanker payudara baru dan 30 persen diantaranya tergolong dalam kasus kanker payudara dengan HER2.
"Untuk clinical trial-nya kami telah mendapatkan ijin dari rumah sakit dan komite etik fakultas kedokteran untuk melindungi hak-hak pasien," terang Dr. Kartika.
Pasien yang akan diikutsertakan penelitian ini pun harus memenuhi ketentuan khusus yaitu:
1. Pasien kanker payudara, baik pria maupun wanita yang mengekspresikan protein HER2
2. Kondisi fisik dan performa klinisnya masih bagus
3. Masih berada pada kanker payudara stadium awal (stadium 1-3)
4. Memiliki status fungsi jantung yang masih bagus
5. Bersedia dan cukup sehat untuk menandatangani persetujuan mengikuti percobaan klinis
Sejauh ini, tim peneliti di RS Dr. Sardjito telah mendapatkan 2 pasien dari 10 pasien yang ditargetkan di Yogyakarta. Kedua pasien tersebut sama-sama berjenis kelamin wanita dan berusia di bawah 50 tahun.
Tim peneliti menargetkan studi di Yogyakarta akan selesai dalam waktu satu tahun. Masing-masing pasien yang mengikuti percobaan klinis akan diberi terapi Trastuzumab subkutan sebanyak 18 kali dengan frekuensi penyuntikan 3 minggu sekali. Bersamaan dengan penggunaan terapi baru ini, pengobatan lain seperti kemoterapi tetap akan diberikan.
Studi SafeHER menekankan kenyaman dan keamanan pasien kanker payudara yang menggunakan terapi Trastuzumab. Diharapkan dengan adanya metode pengobatan yang lebih praktis, durasi pengobatan jangka panjang yang harus dihadapi pasien kanker payudara menjadi terasa tidak begitu membebani.
Selain itu dari segi keamanan diharapkan injeksi subkutan yang tengah diupayakan oleh Roche ini bisa memperkecil efek samping dari Trastuzumab. Seperti selama ini diketahui bahwa terapi Trastuzumab lewat infus intravena ternyata bisa mengganggu fungsi jantung maka obat baru ini diharapkan bisa memperkecil risiko gangguan fungsi jantung tersebut.
No comments:
Post a Comment